Mendorong Mekanisme Penanganan Konflik Agraria yang Lebih Komprehensif
Admin
|
14 Dec 2022
|
Dilihat 138x
Sekretariat Nasional KPA bersama Anggota Dewan Nasional KPA foto bersama dengan Komisioner Komnas HAM pasca membicaraka n mekanisme penanganan konflik agraria yang lebih komprehensif di Indonesia.
Jakarta (kpa.or.id) - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengadakan pertemuan dengan Komisioner Komnas HAM periode 2022-2027, Rabu, 14 Desember 2022. Pertemuan ini untuk membahas peningkatan peran Komnas HAM dalam mendukung pelaksanaan reforma agraria. Salah satunya dengan membangun sistem respon cepat dalam penanganan konflik agraria yang lebih komprehensif di Indonesia.
Ledakan konflik agraria yang diiringi tindakan represif di berbagai wilayah merupakan salah satu wajah buram penegakan HAM di Indonesia. Peristiwa konflik tersebut, tidak hanya merenggut tanah sebagai sumber utama kehidupan masyarakat. Akan tetapi juga melahirkan korban-korban kriminalisasi, kekerasan dan bahkan mengakibatkan hilangnya nyawa.
Data KPA menyebutkan, selama tujuh tahun terakhir (2015-2021) telah terjadi 2.489 letusan konflik agraria yang berdampak pada 1,37 juta keluarga. Dalam rentang waktu yang sama, sedikitnya 2.238 orang mengalami kriminalisasi, 1.122 orang menjadi korban penganiayaan, 149 orang tertembak, dan 113 orang diantaranya meregang nyawa di wilayah-wilayah konflik agraria.
Situasi semacam ini, sudah selayaknya sudah menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera menyelesaiakan konflik agraria yang terus terjadi. Sehingga dapat meminimalisir korban-korban di wilayah konflik. Serta mendorong penyelesaian konflik dan pengakuan hak atas tanah masyarakat sebagai pemenuhuhan HAM oleh Negara terhadap warganya.
Karna itu, perlu dorongan semua pihak terutama lembaga Negara untuk terus mendorong pengarusutamaan hak atas tanah sebagai hak asasi manusia. Terutama Komnas HAM yang mempunyai mandat perlindungan dan penegakan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Sekjen KPA, Dewi Kartika mengingatkan bahwa pada tahun 2003 silam, sudah ada upaya antara gerakan masyarakat sipil bersama Komnas HAM untuk mendorong kelembagaan penyelesaian konflik agraria struktural melalui Komite Nasional untuk Penyelesaian Konflik Agraria (KNuPKA).
“Namun sayangnya, usulan tersebut ditolak oleh Presiden Megawati dengan alasan menambah kompleksitas pembiayaan pemerintah,” ungkap Dewi.
Dewi menjelaskan, di era pemerintah Joko Widodo, KPA bersama organisasi masyarakat sipil di Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) juga mendorong lagi gagasan pembentukan lembaga penyelesaian konflik agraria.
Berangkat dari hal tersebut, Dewi berharap upaya-upaya yang sudah digagasa tersebut bisa dilanjutkan dibawah kepemimpinan Komnas HAM yang baru.
Bagaimana kita memperkuat posisi dan peran Komnas HAM, berdasarkan kewenangan yang dimiliki maupun secara politik untuk turut menggalang dukungan publik yang lebih luas untuk mendorong penyelesaian konflik agraria,” ujar Dewi.
Hal ini hendaknya juga harus sejalan dengan komitmen Komnas HAM terhadap reforma agraria, mengarusutamakan hak atas tanah sebagai hak asasi manusia.’ pungkasnya.
Dewi juga menyinggung peran Komnas HAM untuk mencegah dampak-dampak penerapan UU Cipta Kerja yang berpotensi melanggar hak-hak rakyak atas tanah.
Ketua Komisioner Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro mengatakan bahwa konflik agraria merupakan salah satu isu prioritas komisioner yang baru.
Hal ini berangkat dari kerja-kerja Komnas HAM di bidang pemantauan dan pengaduan yang menemukan faktar bahwa konflik agraria merupakan kasus yang paling banyak diadukan.,” ungkap Atnike.
Merespon pemaparan KPA, Komnas HAM berkomitmen untuk menurunkan gagasan ini menjadi aksi nyata untuk membangun mekanisme respon cepat dan penanganan konflik agraria di Indonesia. Dengan pelibatan organisasi masyarakat sipil secara lebih luas, terutama yang mempunyai fokus pada isu hak atas tanah dan reforma agraria.