Internasional PPRA

Belajar Pengalaman Perjuangan Hak Atas Tanah Perempuan Adat Maasai
Admin | 01 Aug 2022 | Dilihat 265x

Tanzania (kpa.or.id) – Para perempuan pejuang agraria dari berbagai penjuru dunia mendapat kesempatan belajar pengalaman perjuangan ha katas tanah para perempuan adat Maasai di Tanzania melalui forum Women’s Learning Exchange Tanzania 2022. Forum yang berlangsung dari 2-6 Oktober tersebut diselenggarakan langsung di wilayah Masyarakat Adat Maasai. Para pesertanya berasal dari berbagai benua mulai dari Asia, Amerika Latin dan Karibia, Afrika, Eropa hingga Timur Tengah. Salah satunya Sekjen KPA, Dewi Kartika yang mewakili gerakan reforma agraria Indonesia.

Selama beberapa hari, para pejuang perempuan dari berbagai latar belakang gerakan ini tidak hanya mendapat kesempatan belajar, namun juga membagikan pengalaman mereka di masing-masing negaranya.

Dalam kesempatan tersebut, Dewi membagikan pengalaman gerakan reforma agraria di Indonesia, khusunya transformasi dalam memperjuangkan hak atas tanah perempuan di Indonesia. 

“Tanah tidak boleh dilihat sebagai komoditas tetapi kita harus mewariskannya kepada generasi mendatang untuk keberlanjutan mereka,” ucap Dewi.

Pertukaran pembelajaran ini dilatarbelakangi oleh kesadaran beragamnya tantangan yang dihadapi perempuan. Terutama soal ketimpangan gender dalam kepemilikan hak atas tanah yang berdampak langsung pada banyak hal seperti meningkatnya kemiskinan rumah tangga, ketidakmampuan untuk menangani dampak negatif perubahan iklim, keamanan dan keselamatan perempuan, serta terbatasnya suara dan lembaga khusus untuk perempuan baik dari kelompok petani, nelayan, masyarakat adat, maupun penggembala.

Dari berbagai masalah yang dihadapi perempuan untuk mendapatkan hak atas tanah, Masyarakat Adat Maasai di Tanzania berhasil melampaui tantangan-tantangan tersebut melalui pengorganisiran organisasi rakyat. Uniknya, pengorganisiran itu dipimpin langsung oleh perempuan. Sehingga, perjuangan hak atas tanah perempuan Masyarakat Adat Maasai menjadi salah satu referensi penting dalam pembelajaran bagaimana perempuan bisa memperjuangkan dan mendapatkan hak atas tanahnya.

Perjuangan perempuan Masyarakat Adat Maasai sendiri dilatarbelakangi karena adanya kasus pelanggaran hak perempuan atas tanah dan sumber-sumber agraria. Dalam sistem penguasaan tanah adat Maasai, perempuan tidak diakui memiliki hak independen atas tanah. Memang, perempuan dapat memiliki akses ke tanah. Akan tetapi, hal itu hanya terjadi melalui hubungan dengan kerabat laki-laki (ayah, saudara laki-laki, atau suami). Sehingga, hak atas tanah mereka sering dicabut ketika hubungan itu rusak atau berubah. Belum lagi tantangan keterlibatan perempuan Masyarakat Adat Maasai dalam pengambilan keputusan yang masih minim juga menjadi permasalahan serius yang harus mereka hadapi.

Untuk itu, agenda Women’s Learning Exchange Tanzania 2022 cukup penting untuk dilaksanakan. Pasalnya, para pejuang agraria dari seluruh dunia dapat memetik pembelajaran dari perempuan-perempuan Masyarakat Adat Maasai dalam mengorganisir dan memimpin langsung perubahan yang ada di desanya lalu mengimplementasikan strategi perjuangannya pada basis organisasi di negara masing-masing peserta.

Share