Advokasi Kebijakan

KPA melakukan usaha bersama untuk proses pelurusan atas penyelewengan reforma agraria palsu yang dijalankan oleh pemerintah dan melakukan penolakan atas implementasinya di wilayah. KPA memandang bahwa proses sertifikasi umum dan redistribusi tanah yang sedang dilakukan pemerintah dan diklaim sebagai reforma agraria dapat diluruskan dengan mekanisme Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) sebagai jalan pelurusan dan akselerasi penyelesaian konflik agraria struktural yang dihadapi anggota KPA dan masyarakat pada umumnya.

Pada ranah advokasi kebijakan, KPA melakukan beberapa pendekatan, diantaranya:

1. Melakukan advokasi perubahan kebijakan terhadap berbagai aturan dan undang-undang yang bertentangan dengan prinsip-prinsip pembaruan agraria sejati;

2. Mengontrol dan mengawal pelaksanaan perundang-undangan yang memiliki fungsi keadilan agraria atau tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pembaruan agraria sejati;

3. Menyusun kertas posisi dan kertas kebijakan terhadap perundang-undangan dan peraturan terkait agraria dengan mengintegrasikan perspektif adil gender untuk kemudian menjadi panduan bagi organisasi dan publik secara umum;

4. Memanfaatkan momentum politik dan peluang kebijakan yg tersedia, seperti program redistribusi tanah dengan berpegang pada prinsip-prinsip dasar organisasi;

5. Menyusun rencana dan strategi untuk menjamin perlindungan hak konstitusional terhadap buruh tani, tani gurem, masyarakat adat, nelayan, perempuan, dan kaum miskin kota atas bumi (tanah), air dan kekayaan alam;

6. Mendorong peraturan yang melindungi varietas dan bibit lokal serta produk pangan lokal;

7. Menyusun operasionalisasi dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) ke depan yang diorientasikan bagi kepentingan anggota KPA serta mengawasi proses implementasinya;

8. Proses advokasi harus sinergis dan selaras dari tingkat desa ke nasional.

Kerja-kerja advokasi dalam ranah kebijakan selaras dengan penanganan kasus-kasus konflik agraria maupun kriminalisasi di wilayah konflik agraria. Pendekatan yang dilakukan bukan hanya sekedar mendampingi para korban mendapatkan keadilan atas kasus yang mereka alami. Namun bersama-sama mendorong arah transformasi dari watak korban menjadi pejuang agraria yang dilakukan melalui beberapa aksi, yakni:

1. Penanganan kasus harus selaras dan sinergis dengan lokasi prioritas pelaksanaan reforma agraria dan diorientasikan untuk pengembangan model Damara sebagai model pembaruan agraria atas inisiatif rakyat

2. Membangun pemahaman utuh bahwa penanganan kasus merupakan salah satu jalan untuk menguatkan organisasi rakyat dalam kerangka pembaruan agraria

3. Membangun pemahaman bahwa informasi dan data terkait konflik agraria yang kuat merupakan syarat utama keberhasilan pembaruan agraria;

4. Membangun sistem database kasus konflik agraria yang dihadapi oleh anggota secara lebih lengkap dan akurat serta terpilah gender. Sistem tersebut sedikitnya mendokumentasikan terkait kronologi kasus, profil lokasi, profil organisasi dan anggotanya, peta wilayah termasuk luas wilayah yang diduduki dan digarap, bukti-bukti yang mendukung perjuangan serta skema penyelesaian konflik yang akan ditempuh di tingkat lokal dan nasional oleh KPA;

5. Data kasus konflik agraria yang telah disusun dan dianalisis dengan baik kemudian dipilah berdasarkan wilayah provinsi dan sektor dalam sistem database dan Buku Kasus KPA;

6. Memberikan pelatihan bagi Kader KPA terkait tahapan transformasi dari pengorganisasian kasus menuju kepada pengorganisasian wilayah desa (territorial);

7. Memastikan bahwa basis-basis KPA yang terlibat konflik agraria didorong sebagai lokasi prioritas RA kepada pemerintah;

8. Menyusun toolkit dan prosedur kerja dari Sekretariat Nasional maupun KPA Wilayah untuk memberikan respon cepat terhadap kasus kriminalisasi (emergency responses)

9. Melanjutkan dan memperkuat bantuan hukum agraria baik di Sekretariat Nasional maupun di KPA Wilayah.

 

Terkait

    Populer